Menanamkan Akhlak: Fondasi Kokoh Generasi Emas Yanbu'ul Quran

Odoo • Image and Text

Upacara bendera di SMP Yanbu'ul Quran Boarding School 1 Pati pada Senin pagi, 5 Maret 2024, menjadi momen hening nan khidmat bagi para siswa. Di bawah pancaran mentari yang hangat, amanat yang disampaikan oleh Bapak H. Ibrahim Wagiman, Direktur Utama Yanbu'ul Quran 1 Pati, menggema di lapangan upacara. 

Beliau tidak sekadar menyampaikan instruksi atau pengumuman, namun menanamkan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi kokoh bagi para santri dalam mengarungi masa depan. Tema yang diangkat dalam amanat tersebut adalah "Mengapa Akhlak Lebih Tinggi Daripada Ilmu?".

Bapak H. Ibrahim mengawali amanatnya dengan apresiasi terhadap peningkatan kedisiplinan para santri dalam mengikuti upacara. Beliau mengingatkan bahwa berdiri tegak, fokus, dan tanpa gangguan merupakan manifestasi awal dari kedisiplinan. 

Namun, beliau menegaskan, kedisiplinan ini bukanlah sekadar bentuk dan ritual, melainkan sarana untuk membentuk karakter yang kuat. "Disiplin adalah bagian penting dari pembentukan karakter," tegas beliau. Membawa ingatan hadirin ke realita yang dihadapi bangsa Indonesia, Bapak H. Ibrahim menyampaikan keprihatinan beliau terhadap krisis moral dan karakter yang tengah melanda. Beliau melihat banyak generasi muda yang hanya mengandalkan kecerdasan intelektual (IQ) tinggi namun miskin akhlak dan adab. Beliau mengibaratkan kondisi tersebut seperti pisau bermata dua: kecerdasan tanpa diimbangi akhlak justru berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Berkaca dari hal tersebut, beliau mengajak para santri untuk merenungkan pentingnya akhlak dan adab. Beliau memberikan contoh negara-negara maju seperti Jepang dan Singapura yang memiliki tingkat disiplin dan karakter yang tinggi, meskipun mayoritas penduduknya tidak beragama. Beliau menekankan bahwa hal ini bukan semata-mata karena faktor agama, namun karena adanya penanaman nilai-nilai moral dan karakter yang kuat sejak dini.

"Di Jepang, sebagian besar penduduknya tidak beragama. Di Singapura, saya mencari masjid pun sulit," tutur beliau. "Tapi di sana, warganya memiliki rasa disiplin dan karakter yang luar biasa. Mereka peduli lingkungan, tidak hanya dipelajari namun diwujudkan dalam perilaku."

Perbandingan tersebut bukan untuk memicu perdebatan tentang peranan agama, melainkan untuk mengajak para santri melihat pentingnya akhlak dan adab universal yang melampaui batas agama. Beliau menjabarkan dengan lugas, "Akhlak lebih tinggi daripada ilmu. Secerdas apapun seseorang, setinggi apapun IQ-nya, jika tidak bisa berbuat baik, tidak bisa mengimplementasikan ilmu tersebut, maka tidak akan ada gunanya."

Bapak H. Ibrahim lalu menggarisbawahi bahwa ilmu dan akhlak bukanlah dua hal yang terpisah. Keduanya saling melengkapi dan menguatkan. Beliau menjelaskan, "Ilmu memang untuk kecerdasan kita. Kita tidak mungkin beradab kalau kita tidak memiliki ilmu. Semua keterkaitannya ada. Tapi tingkatannya antara ilmu dan adab, lebih tinggi adab."

Beliau menganalogikan proses menuntut ilmu dengan pembangunan sebuah rumah. Ilmu, dalam perumpamaan ini, adalah material bangunan, sedangkan akhlak adalah fondasi yang kokoh. Rumah yang dibangun menggunakan material berkualitas, namun tanpa fondasi yang kuat, akan mudah runtuh. Sebaliknya, rumah yang dibangun dengan material sederhana namun memiliki fondasi yang kokoh, akan lebih kokoh dan tahan lama.

"Begitu pula dengan akhlak dan ilmu. Keduanya harus berjalan beriringan. Ilmu harus diiringi akhlak agar ilmu tersebut bermanfaat dan tidak disalahgunakan," tegas Beliau.

Bapak H. Ibrahim selanjutnya mendorong para santri untuk menjadikan Yanbu'ul Quran sebagai kawah candradimuka, tempat ditempa menjadi insan yang berilmu dan berakhlak mulia.